Demokrasi Yang Terancam
Beberapa peristiwa tentang pengekangan hak berekspresi, berkumpul dan bersirekiat yang terjadi belakangan ini menimbulkan polimik di masyrakat. Rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan kasus pelarangan kebebasan berekspresi seperti kegiatan pameran seni tentang Wiji Thukul di Jogjakarta tidak luput dipersoalkan. Kondisi tersebut membuat kita bertanya-tanya tentang bagaimana pengelolaan negara dilakukan?
Pada tanggal 8 Mei 2017, melalui menteri Kordinator Politik Hukum dan Ham (menko polhukam), pemerintah mengumumkan rencana pembubaran HTI dengan menitikberatkan bahwa HTI diindikasikan kuat bertentangan dengan asas Pancasila dan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak mengambil peran positif dalam pembangunan guna mencapai tujuan nasional, serta aktifitas HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat.
Tindakan pemerintah tersebut mencederai nilai-nilai demokrasi dan memberikan ruang terhadap perampasan atas hak berserikat dan berkumpul. Sejatinya demokrasi telah menjadi kesepakatan bersama dalam bernegara yang bertujuan untuk menciptakan penyelenggaraan negara yang tidak semena-mena terhadap rakyat. Penyelenggaraan negara harus berdasarkan konstitusi dan bukan berdasarkan kekuasaan atau keinginan sebagian kelompok semata.
Demikian juga dengan pembubaran kegiatan pameran seni tentang Wiji Tukul yang diselenggrakan di Jogjakarta. Kegiatan pameran seni bertujuan untuk mendapatkan informasi yang berimbang dalam memahami sesuatu yg menjadi sumber pengetahuan adalah hak yang tidak boleh di halang-halangi negara. untuk pengembangan diri dan pengatahuan, Tidakan pembubaran yang dilakukan oleh ormas menjukan bahwa telah terjadi pembiaran oleh negara kepada kelompok tertentu melakukan tindakan sewenang-wenang merampas hak warga yang seharusnya dihormati dan dilindungi oleh negara secara aktif. Tindakan tersebut sangat tidak pantas terjadi di negara demokrasi seperti Indonesia.
Dalam menjalankan demokrasi, pemerintah harus menfasilitasi rakyat agar berpartisipasi dan mendapatkan akses untuk berekspresi, mengembangkan diri, termasuk juga mendirikan organisasi masyarakat. Penyelenggaraan demokrasi tidak terlepas dari prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Kebebasan untuk berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapat merupakan hak asasi yang harus dilindungi oleh negara, dipertahankan, tidak boleh diabaikan dan dikurangi. Pasal 28e ayat (3) UUD 1945 menegasakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Dengan prinsip tersebut pula Indonesia telah menerbitkan Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia dan meratifikasi kovenan sipil politik sebagai bagian dari semangat menjalankan demokrasi. Pengakuan tersebut bukan semata-mata menghormati hak asasi manusia saja, lebih jauh dari itu pemerintah harus menunjukan sikap konkrit demi tercapainya keadilan sosial bagi semua golongan tanpa membeda-bedakan, sehingga pembubaran terhadap organisasi masyarakat tidak dilakukan dengan ceroboh dan menghormatu hukum, begitu pun dengan HTI.
Rencana pembubaran HTI oleh pemerintan jelas-jelas merupakan ancaman atas hak kebebasan berfikir, berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat. Begitu juga dengan pembiaran negara terhadap tindakan ormas yang dengan seenaknya merampas hak warga.
Oleh karena itu, dengan ini LBH Bandung menyatakan sikap:
- Mengecam tindakan pemerintah yang mempersempit ruang partisipasi dan demokrasi.
- Menolak segala bentuk pemberangusan dan perempasan kemerdekaan atas hak berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat termasuk hak berorganisasi.
- Negara harus menjujung tinggi hukum yang berkeadilan dan prinsip hak asasi manusia
- Mengusut tuntas pembubran kegiatan pameran Wiji Tukul sebagai tindakan aktif negara melindungi dan menghormati hak asasi manusia
Bandung, 10 Mei 2017
Hormat kami
LBH Bandung
Kontak:
Willy Hanafi (082116166814)
Syahri Dalimunteh (082214462369)
Harold (081223531782)