Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291

Pers Rilis: Program Meracuni Secara Massal, Negara harus Bertanggung Jawab dan Menghentikannya Segera!

Kamis, 25 September 2025, sekitar 1000 orang siswa mengalami keracunan massal akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Tingginya jumlah korban menjadikan Jawa Barat sebagai salah satu provinsi dengan tingkat siswa mengalami keracunan makanan dari MBG terbanyak dibandingkan dengan daerah lain se-Indonesia. Atas kejadian tersebut, Bupati Kabupaten Bandung Barat menetapkan status KLB (Kejadian Luar Biasa) sejak 21 – 25 September 2025.

Menurut catatan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), sebanyak 5.626 kasus keracunan akibat MBG telah ditemukan di 16 provinsi sejak 17 Januari-18 September 2025. Catatan lain dari JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia) menyatakan bahwa kasus dari keracunan MBG mengalami kenaikan yang sangat signifikan, yakni dari 1.376 kasus pada akhir Juni melonjak menjadi 6.452 kasus pada pekan kemarin. Para korban meliputi siswa sekolah hingga guru. Kejadian ini menimbulkan desakan agar kasus keracunan massal ini ditetapkan sebagai KLB.

Peristiwa keracunan akibat MBG yang khususnya terjadi di dua kecamatan Kabupaten Bandung Barat ini seharusnya menjadi tamparan keras karena terus terjadi berulang. Rentetan kasus tersebut membuktikan bahwa program MBG telah gagal dalam pelaksanaanya. Jika pemerintah tak kunjung melakukan langkah apapun, maka dapat dikatakan negara melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena telah lalai melakukan upaya mitigasi terhadap keracunan akibat MBG.

Program MBG yang awalnya diumumkan sebagai solusi untuk mengatasi stunting dan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, kini menjadi ironi yang menyedihkan di berbagai wilayah Indonesia. Alih-alih bertujuan menyediakan pangan sehat bagi anak-anak Indonesia, kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik. Sejak diluncurkan pada awal 2025, MBG gagal memenuhi komitmen gizi dan memicu kasus keracunan massal. Akibatnya, hak dasar masyarakat atas pangan yang aman dan berkualitas dilanggar.

LBH Bandung memandang situasi ini penting disikapi secara serius, termasuk memberikan penanganan medis menyeluruh kepada korban, serta menjamin perlindungan hak masyarakat atas pangan sehat. Dengan status luar biasa, pemerintah daerah juga tidak bisa lagi menganggap enteng persoalan ini, melainkan harus menempatkannya sebagai prioritas utama dalam kebijakan publik dan tata kelola anggaran.

Dalam konteks HAM, Pasal 25 DUHAM menegaskan bahwa setiap orang berhak atas standar hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk pangan. Diperkuat dalam Pasal 11 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang mewajibkan negara untuk mengakui hak atas standar hidup yang memadai, termasuk pangan, pakaian, perumahan, dan kondisi berkelanjutan. 

Pasal 64 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengatur bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah bertanggung jawab menjaga bahan makanan agar memenuhi standar mutu gizi dan keamanan. Lebih spesifik terkait dengan pangan, pada Pasal 86 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengatur bahwa setiap orang yang memproduksi dan/atau memperdagangkan pangan wajib memenuhi standar keamanan pangan, termasuk untuk program pemerintah seperti bantuan atau hibah.

Selain itu, Indonesia pun terikat kewajiban internasional untuk melindungi hak atas pangan yang aman dan bergizi. Keracunan MBG dianggap sebagai pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya, sebagaimana direkomendasikan Pelapor Khusus PBB Hak atas Pangan (2018), yang menekankan implementasi undang-undang terkait pangan untuk mencegah gizi buruk dan keracunan.

Peristiwa keracunan massal MBG mengancam hak hidup dan kesehatan anak-anak, karena pangan yang tidak aman menyebabkan dampak buruk kepada kesehatan dan psikis anak.  Pelanggaran ini bertentangan dengan kewajiban negara untuk menyediakan pangan aman sebagai bagian dari jaminan sosial. Dengan demikian Pemerintah wajib memberikan penanganan medis menyeluruh dan menghentikan distribusi makanan bermasalah, sesuai prinsip hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai. Kegagalan pengawasan oleh pemerintah pusat dan daerah melanggar kewajiban negara untuk melindungi hak ini, sehingga memungkinkan tuntutan hukum terhadap pelanggaran HAM.

 

Berdasarkan serangkaian hal yang telah dipaparkan, maka Lembaga Bantuan Hukum Bandung mendesak:

  1. Negara melalui Pemerintah hentikan total pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis karena telah menimbulkan korban dan kerugian bagi publik luas;
  2. Negara termasuk pemerintah pusat hingga pemerintah daerah wajib melakukan upaya perlindungan serta pemulihan bagi korban baik siswa, guru dan lainnya yang terdampak keracunan makan bergizi gratis;
  3. Mendorong Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ombudsman RI dan lembaga pengawas independen lainnya untuk segera turun tangan dan menyelidiki peristiwa keracunan makan bergizi gratis yang berdampak kepada munculnya korban yang mayoritas siswa sekolah.

 

Narahubung

heriprams@lbhbandung.or.id (Heri Pramono – Direktur LBH Bandung)