Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291
  • Senin-Kamis: 10.00-15.00 WIB

“Eksekusi Tanah Adat Menyebabkan Hilangnya Identitas Adat, Hak Beribadah, Menjalankan Agama dan Kepercayaan Masyarakat Adat Karuhun Sunda Wiwitan Kabupaten Kuningan”

Rencana eksekusi tanah adat masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Kuningan pada 24 Agustus 2017 tidak mempertimbangkan sejarah Sunda Wiwitan. Pasalnya tanah dan bangunan adat yang menjadi objek eksekusi, memiliki hubungan yang kuat dan menyejarah antara masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan dengan leluhur. Komunitas ini merupakan kesatuan masyarakat adat yang sudah terbentuk sejak lama, bahkan sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk. Selain itu mereka berpegang teguh terhadap norma serta aturan adat yang sudah mereka jalani sejak lama secara turun-temurun. Misalnya pengaturan tentang pertanian, hubungan sosial, penguasaan lahan yang komunal dll.
Dalam pembentukan negara, telah disepakati bahwa negara menghormati dan melindungi kesatuan masyarakat adat beserta budaya dan hukum adat yang mereka yakini. Itu ditegaskan dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Repubik Indonesia Tahun 1945 pasal 18B ayat (2) “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Serta “pasal 28I ayat (3)”, UU No 39 Tahun 2009 Tentang Hak Asasi Manusia “pasal (6)” dan berbagai peraturan perundang-undangan, seperti UU lingkungan Hidup, kehutanan dll, bahkan dalam putusan MK No 35 tahun 2012 tentang hutan adat, menunjukan keharusan pengakuan masyarakat adat. Presiden Jokowi saat perayaan kemerdekaan Indonesia yang ke 72, seperti yang dirilis detiknews menyatakan “Ini kan ratusan pakaian adat yang kita miliki. Suatu saat Kalimantan, Sumatera, Papua, Jawa, karena budaya kita sangat beragam. Inilah Indonesia, (17/8/2017). Pernyataan ini tidak terlepas dari beranekaragam adat istiadat yang dimiliki Indonesia.
Sehingga indentitas adat yang melekat pada masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan harus dilindungi oleh negara. Masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan melalui Yayasan Tri Mulya telah mengajukan perlindungan Gedung Paseban Tri Panca Tunggal sebagai cagar Budaya. Pengajuan itu direspon oleh pemerintah dengan mengeluarkan SK Direktur Direktorat Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No 3632/C.1/DSP/1976 tentang penetapan Gedung Paseban Tri Panca sebagai Cagar Budaya Nasional Tahun 1976.
Di lain sisi, tanah dan bangunan yang menjadi objek eksekusi merupakan sumber hidup dan tempat spiritual di mana masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan menjalankan aktifitas ibadah. Juga terdapat peninggalan leluhur yang merupakan pusaka yang harus dijaga. Jika tanah dan bangunan sebagai tempat spritual dan ibadah hilang maka masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan kehilangan hak untuk beribadah sesuai dengan kepercayaan yang mereka yakini. Padahal, beribadah merupakan hak yang melekat pada setiap warga negara yang tidak bisa dikurangi (non derogable rights) dan harus dilindungi dan dihormati oleh negara. Perlindungan terhadap hak beribadah dan mempunyai tempat ibadah ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Repubik Indonesia Tahun 1945 “( pasal 28D ayat (1), pasal 28E ayat (1) dan (2), pasal (29) ayat (2). UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (pasal (3), pasal (4), pasal (22), dan UU No 12 tahun 2005 Tentang Kovenan hak Sipil Politik (Pasal (18), pasal (27). Kesemuan peraturan di atas menjamin hak setiap orang untuk beribadah dan mengembangkan budaya.

Aparat penegak hukum harus secara komprehensif melihat persoalan eksekusi tanah bukan persoalan hukum semata. Jika eksekusi tetap dipaksakan, maka identitas masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan dan hak mereka untuk beribadah, meyakini agama dan kepercayaan serta mengembangkan budaya telah dihilangkan secara paksa dan merupakan satu tindakan pelangaran Hak Asasi Manusia. Maka dengan itu, Kami LBH Bandung menyatakan:
1. Menolak penghilangan hak identitas adat, hak beribadah, menjalankan agama dan kepercayaan yang disebakan oleh rencana eksekusi tanah adat dan bangunan yang dimiliki oleh masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan.

2. Kembalikan tanah adat kepada masyarakat adat Karuhun Sunda Wiwitan, sebab tanah adat dan masyarakat adat merupakan satu kesatuan yang tidak biasa dipisahkan

3. Meminta Presiden Jokowi agar mengukuhkan dan menetapkan kawasan Tanah Adat blok Mayasih menjadi tanah adat komunitas adat Karuhun Sunda Wiwitan.

4. Mengajak masyarakat untuk turut serta mempertahankan tanah adat karuhun ini karena merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa indonesia.

5. Meminta aparat penegak hukum bersikap proporsional dan tidak semata hanya melihat sengketa tanah adat sebagai persoalan hukum semata, melainkan melihat tanah adat sebagai suatu kesatuan masyarakat adat yang harus dilindungi untuk menjaga pelestarian masyarakat serta kawasan adat.
Demikian pernyataan yang kami (LBH Bandung) sampaikan.
Bandung, 24 Agustus 2017

Narahubung
Syahri Dalimunthe (082214462369)
Harold Aron (081223531782)