Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291
  • Senin-Kamis: 10.00-15.00 WIB

27 Tahun Reformasi: Antara Capaian dan Kemunduran

Tahun 2025 menandai 27 tahun sejak gerakan Reformasi 1998 mengguncang fondasi orde baru dan membuka babak baru dalam sejarah Indonesia. Reformasi bukan sekadar pergantian kekuasaan, ia adalah titik balik bangsa untuk menata ulang arah perjalanan menuju negara yang demokratis, menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), dan menegakkan prinsip negara hukum.

Reformasi 1998 lahir dari gelombang kemarahan rakyat terhadap pemerintahan yang korup, otoriter, dan sewenang-wenang. Ia membawa harapan akan perubahan mendasar dalam tata kelola negara. Namun, 27 tahun berlalu, sejumlah amanat penting Reformasi justru tidak berjalan sebagaimana mestinya. Berikut adalah beberapa catatan kritis tentang amanat Reformasi yang terbengkalai:

Selama hampir tiga dekade, Indonesia telah mencatat sejumlah capaian penting. Kebebasan berpendapat yang dulu dibungkam kini mendapat ruang, pemilu yang bebas dan berkala telah menjadi tradisi demokrasi yang berjalan, dan lembaga-lembaga negara mengalami perombakan agar lebih akuntabel dan transparan. 

Namun, pemenuhan HAM masih jauh dari kata ideal. Kekerasan oleh aparat, pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas, diskriminasi terhadap kelompok rentan, dan pembatasan kebebasan sipil masih menjadi pekerjaan rumah besar. Demokrasi pun menghadapi tantangan serius mulai dari politik uang, polarisasi ekstrem, hingga pelemahan institusi pengawas kekuasaan.

Reformasi adalah proses panjang yang tidak berhenti pada satu generasi. Warisan 1998 bukanlah memori yang dikunci dalam buku sejarah, melainkan amanat yang harus terus dijaga dan diperjuangkan. Dalam usia ke-27 ini, kita diajak bukan hanya untuk mengenang keberanian masa lalu, tetapi juga mengukuhkan komitmen bahwa HAM, demokrasi, dan negara hukum bukanlah cita-cita usang, melainkan fondasi masa depan Indonesia yang lebih adil dan manusiawi.

Setelah lebih dari dua dekade, kami memandang bahwa cita-cita Reformasi belum sepenuhnya terwujud. Tantangan dan kemunduran di berbagai sektor tidak bisa diabaikan. Atas dasar itu, kami menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menegaskan kembali bahwa pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah kewajiban konstitusional negara yang tidak boleh dikompromikan. Kami menuntut penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu dan perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya seluruh rakyat Indonesia.

  2. Mendorong penguatan demokrasi yang substansial, bukan hanya prosedural. Pemilu yang jujur dan adil, kebebasan pers, ruang sipil yang terbuka, serta kebebasan berpendapat harus dijamin sepenuhnya tanpa intimidasi atau represi.

  3. Menuntut penegakan negara hukum yang adil dan setara. Hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan atau kepentingan elite. Kami menolak segala bentuk impunitas, kriminalisasi terhadap pembela HAM dan aktivis, serta praktik hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

  4. Menolak segala bentuk pelemahan terhadap demokrasi, termasuk upaya pembatasan kebebasan berpendapat, manipulasi hukum, serta praktik politik dinasti dan oligarki yang menggerus kedaulatan rakyat.

  5. Mengecam korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta pelemahan institusi pemberantasan korupsi seperti KPK. Korupsi adalah pengkhianatan terhadap amanat reformasi.
  6. Menolak kembalinya Dwi Fungsi Abri, menegaskan bahwa sesuai amanat reformasi bahwa tidak ada ruang untuk orde baru kembali lahir
  7. Adili para jenderal Pelanggar HAM Berat masa lalu, keadilan dan kepastian hukum adalah hak asasi manusia dan negara harus menjamin itu. Hal itu diakomodir oleh konstitusi Republik Indonesia sehingga sebuah keharusan untuk menegakannya.