Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291

Pengadilan, Babak Lanjutan Pertarungan Tapol

Terhitung kurang lebih seribu orang massa di Jawa Barat ditangkap karena melakukan protes pada aksi agustus-september 2025. Sebagian besar memang dilepaskan dalam waktu 1×24 jam, namun hampir bisa dipastikan penangkapan dilakukan secara brutal dan tidak manusiawi. “Setidaknya satu dua kali pasti ditonjok,” ungkap salah satu massa aksi pada Minggu (31/08/2025).

Kini terdapat kurang lebih 42 nama yang akhirnya resmi ditahan, dan diproses lebih lanjut. Mereka dituduh dengan beragam pasal. Terdapat bermacam kelompok masa yang dituduh dengan pasal yang berbeda. Kelompok pertama dituduh pasal Pasal 187, Pasal 170, Pasal 406, dan/atau Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951. Kedua, Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU ITE 2024, Pasal 170, Pasal 406 KUHP, Pasal 66 UU Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Pasal 55 dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara. Ketiga, dikenakan Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU ITE 2024 dan 160 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp 1 miliar dan kelompok lainnya.

Sayangnya selain proses penangkapannya yang sewenang-wenang , mereka juga dijadikan tersangka dengan sangat dipaksakan.Salah satunya adalah kelompok masa yang dituduh Pasal 170 KUHP. Delapan nama yang Selasa (11/11/2025) telah masuk ke agenda persidangan pertama—ditunda tanpa alasan jelas. Alat bukti yang dijadikan alas naiknya perkara mereka terkesan mengada ngada. Semua alat buktinya sama berupa 2-3 buah batu. Di kemudian ada tambahan berupa tameng dan helm yang pecah.

Mereka dipaksa mengaku melakukan tindakan pelemparan sebanyak dua atau tiga kali. “Kalau saya gak bilang lempar, saya lihat teman saya terus dipukulin,” ungkap salah seorang dari mereka.

Salah satu dari delapan orang ini ditangkap saat tengah mencari temannya yang kehilangan kontak ketika demonstrasi. Namun ditengah pencarian yang ia lakukan, tiba tiba motornya dihentikan dan ditendang—motor yang ia kendarai hilang beserta handphone miliknya. Ia kemudian ditangkap dan dipukuli. Setelah dibawa dari lokasi penangkapan pun, ia kembali mengalami penyiksaan, hingga kepalanya mengalami kebocoran karena terkena sabetan ikat pinggang.

Cerita lain ada yang mengalami penyetruman agar mengaku, padahal pada hari ditangkap, ia tidak terlibat dalam aksi demonstrasi. Ada juga yang ikut aksi hanya dari pukul empat sore hingga pukul delapan malam, tapi ia tertangkap dan dipaksa mengaku melakukan pelemparan.

Kelompok lain dituduh pasal dalam UU ITE. Salah seorang dari mereka ditangkap Polda Jawa Barat di kediamannya yang terletak di Jombang, Jawa Timur. Ia ditangkap karena membuat postingan seruan aksi demonstrasi. Tindakannya ini dianggap sebagai pelanggaran hukum, padahal kita tahu jika aksi protes merupakan hak yang dilindungi oleh undang-undang.

Polisi juga menuduhnya karena terdapat postingan yang menyebutkan polisi pembunuh. Ia menjelaskan jika apa yang dikatakannya bukan sebuah kebohongan melainkan fakta. “Tragedi Kanjuruhan, Semanggi , Kematian Affan, Randi dan Maulana di kendari, pendeta yeremia dan banyak lagi,” menurutnya peristiwa itu diakibatkan oleh aparat.

Kesemua yang ditangkap dan dijadikan tersangka saat ini melakukan protes Karena negara tidak adil. Padahal secara hukum melakukan protes salah satu hal yang menjadi hak melekat pada setiap orang. Tindakan sewenang oleh aparat dalam melakukan pengamanan telah melanggar bermacam-macam undang-undang yang seharusnya jadi dasar untuk mereka bertindak. 

Negara melalui aparat telah melanggar Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang melindungi kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kedua Pasal 28G ayat (2) UUD 1945, jika negara harus memberikan hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Peraturan lain yang juga negara telah langgar adalah, Pasal 117 ayat (1) KUHAP, Pasal 33 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 34 UU No. 39 Tahun 1999, Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Pasal 21 ayat (1) ICCPR, Pasal 1 ayat (1) UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. 

Tuduhan dan status tersangka yang dipaksakan kepada dua kelompok ini juga terjadi pada kelompok lain. Ada yang dituduh menjadi provokator, dituduh menyebarkan konten kekerasan, dituduh menyerang aparat dan banyak lainnya, terlebih bukti muncul dengan mengada-ada dan pernyataan didapatkan dibawah tekanan. Jika hari ini mereka, besok bisa dialami siapa saja, termasuk kita. 

Atas dasar itu, maka LBH Bandung:

  1. Mendesak Pengadilan Negeri Bandung untuk, menghentikan seluruh proses kriminalisasi dan bebaskan seluruh tahanan politik Jawa Barat tanpa syarat, karena proses penangkapan dan penetapan tersangka cacat hukum serta melanggar hak asasi manusia.
  2. Menuntut negara melakukan investigasi independen terhadap tindakan kekerasan dan penyiksaan oleh aparat kepolisian, baik di tahap penangkapan maupun penyidikan, serta proses pidana terhadap pelaku.
  3. Menuntut negara mengembalikan hak-hak korban, termasuk pemulihan atas penyiksaan, kehilangan harta benda (motor, handphone), dan kerugian akibat penahanan sewenang-wenang.
  4. Menuntut negara menghentikan praktik penggunaan hukum pidana untuk membungkam protes warga, dan pastikan perlindungan terhadap hak atas kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul.
  5. Dorong Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk melakukan pemantauan aktif dan mengeluarkan rekomendasi resmi atas pelanggaran HAM dalam kasus ini.
  6. Mendorong seluruh masyarakat sipil untuk mengawal dan mendukung pembebasan seluruh tahanan politik aksi Agustus-September.