Catatan Kritis Hari Tani 2020 : Perpanjangan Konflik Agraria Melalui Omnibuslaw
[vc_row][vc_column][vc_column_text]Setiap tahun nya pada tanggal 24 September selalu diperingati sebagai hari dimana tanggal tersebut merupakan momentum pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) sebagai dasar pengaturan sumber-sumber agraria di Indonesia, yang sebelumnya masih menggunakan hukum buatan pemerintah kolonial Belanda.
Dengan hadirnya Undang Undang Pokok Agraria jika melihat pada konteks histori peraturan ini dibentuk dengan dasar bahwa pentingnya suatu peraturan agar menjadi landasan terhadap keberpihakan kepada masyarakat terutama para petani dalam penguasaan lahan. Tidak hanya itu Undang-Undang Pokok Agraria ini menjadi mandate terhadap penguasaan sumber daya agraria terhadap kepentingan masyarakat.
60 tahun telah berlalu namun kita telah melihat bahwa semangat yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria ini masih jauh dari apa yang diharapkan, pelaksanaan “Reforma Agraria Sejati” hanyalah persoalan jargon belaka saja, tidak menekan kepada praktik dimana rakyat di prioritaskan dalam penguasaan sumber daya agraria.
Kini hari ini negara hanya berpihak sepenuhnya kepada praktik kelompok pemegang modal belaka saja, investasi menjadi utama yang diprioritaskan dibanding kepentingan rakyat dalam penguasaan sumber daya agraria. Pintu investasi dibuka selebar-lebarnya namun Ketika rakyat ingin memperjuangkan lahan garapannya negara seperti menutup serapat-rapatnya akses terhadap penguasaan sumber daya agraria.
LBH Bandung telah mencatat bahwa hingga saat ini masih terjadi dan akan rentan terciptanya konflik agraria. Terhitung setahun sejak tahun 2019 saja telah terjadi 3 konflik agraria di Jawa Barat dengan luasan wilayah konflik kurang lebih 1.045,9117 Hektar. Luasan konflik agraria tersebut berdampak terhadap 1.351 Petani Penggarap yang akan tergusur lahan garapannya, dan tidak dipungkiri bahwa kedepannya akan semakin meluasnya konflik agraria, mengingat wilayah Jawa Berat menjadi sasaran utama pembangunan proyek strategis Nasional.
Dari berbagai peristiwa
konflik agraria yang terjadi di wilayah Jawa Barat tidak hanya terancam atas hilangnya lahan Garapan, para petani pun diancam dengan apa yang dihadapi kesehariannya seperti kekerasan yang kerap dilakukan aparat keamanan sampai kepada ancaman terhadap pemecah belah gerakan petani. Pada dimensi lain secara struktural pemufakatan jahat dirancang oleh rezim berkuasa saat ini dengan mempercepat penyusunan Omnibuslaw RUU Cipta Lapangan Kerja, yang dimana tujuan dari pembentukan omnibuslaw ini demi memenuhi gairah investasi semata tanpa memperhatikan kepentingan rakyat.
Selengkapnya dapat diunduh pada tautan dibawah ini:[embeddoc url=”http://www.lbhbandung.or.id/wp-content/uploads/2020/09/Catatan-Kritis-Hari-Tani-1.pdf” download=”all” text=”Catatan Kritis Hari Tani 2020″][/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]