Hari Raya Sebentar Lagi. Pastikan Hak Tunjangan Hari Raya (THR)mu Terpenuhi!
Tunjangan Hari Raya Keagamaan, atau biasa disebut THR, merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan di Indonesia. Pendapatan non-upah di sini adalah penerimaan buruh dari pengusaha dalam bentuk uang untuk pemenuhan kebutuhan pada hari raya keagamaan, memotivasi peningkatan produktivitas atau peningkatan kesejahteraan buruh dan keluarganya di luar upah. Maka, THR harus diberikan dalam bentuk uang rupiah.
Sayangnya, banyak pengusaha yang abai dalam memberikan hak buruh yang satu ini. Padahal, telah ada regulasi yang mengatur khusus mengenai THR. Saat ini, regulasi mengenai tunjangan hari raya mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Negara Wajib Menjamin Pemenuhan Hak THR kepada Buruh
THR termasuk dalam hak ekonomi, sosial dan budaya, yang mana negara wajib berperan aktif dalam pemenuhan hak tersebut. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), disebutkan bahwa negara mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan menjamin imbalan yang sama untuk pekerjaan yang senilai tanpa pembedaan apapun, khususnya kepada perempuan yang dijamin kondisi kerja yang tidak lebih rendah daripada yang dinikmati laki-laki dengan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Selain itu, juga negara menjamin istirahat, hiburan dan pembatasan jam kerja yang wajar, dan liburan berkala dengan gaji maupun imbalan-imbalan lain pada hari libur umum. Kovenan ini telah diratifikasi oleh Indonesia sejak tahun 2005, sehingga mewajibkan negara untuk mematuhi segala ketentuan yang ada di dalamnya.
Bentuk dari pemenuhan hak ini bisa berupa memastikan para pengusaha menunaikan kewajibannya dalam pembayaran THR kepada buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan, juga menerima aduan dan tidak mempersulit akses buruh dalam proses memperjuangkan keadilan jika pengusaha mangkir dari kewajibannya.
Pengusaha Wajib Membayar THR Kepada Buruh
Dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, ditegaskan bahwa Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih.
Tidak hanya untuk karyawan tetap atau dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), THR juga harus diberikan kepada karyawan Kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Khusus untuk buruh dengan hubungan kerja berdasarkan PKWTT yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan, pun berhak atas THR. Hal ini berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadinya PHK.
Kemudian, kriteria lain buruh yang berhak atas THR adalah buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut. Orang tersebut berhak mendapat THR di perusahaan baru, jika perusahaan yang lama tempat yang bersangkutan bekerja belum memberikan THR.
Selain itu, pekerja harian lepas juga berhak atas THR. Yang dimaksud pekerja harian lepas di sini adalah orang yang bekerja pada suatu perusahaan dimana jenis dan sifat pekerjaannya tidak tetap/berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta pembayaran upahnya didasarkan pada kehadiran dengan ketentuan orang tersebut bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Dengan catatan pekerja harian lepas tersebut telah memiliki masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih.
Setelah mengetahui kriteria buruh yang berhak mendapatkan THR, lalu kapan THR harus dibayarkan kepada buruh? Pengusaha wajib membayar THR kepada buruh paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Pembayaran THR dilakukan 1 kali dalam 1 tahun sesuai dengan hari raya keagamaan masing-masing buruh, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan pengusaha dan buruh yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pengusaha Wajib Membayar THR Kepada Buruh
Dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, ditegaskan bahwa Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih.
Tidak hanya untuk karyawan tetap atau dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), THR juga harus diberikan kepada karyawan Kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Khusus untuk buruh dengan hubungan kerja berdasarkan PKWTT yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan, pun berhak atas THR. Hal ini berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadinya PHK.
Kemudian, kriteria lain buruh yang berhak atas THR adalah buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut. Orang tersebut berhak mendapat THR di perusahaan baru, jika perusahaan yang lama tempat yang bersangkutan bekerja belum memberikan THR.
Selain itu, pekerja harian lepas juga berhak atas THR. Yang dimaksud pekerja harian lepas di sini adalah orang yang bekerja pada suatu perusahaan dimana jenis dan sifat pekerjaannya tidak tetap/berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta pembayaran upahnya didasarkan pada kehadiran dengan ketentuan orang tersebut bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Dengan catatan pekerja harian lepas tersebut telah memiliki masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih.
Setelah mengetahui kriteria buruh yang berhak mendapatkan THR, lalu kapan THR harus dibayarkan kepada buruh? Pengusaha wajib membayar THR kepada buruh paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Pembayaran THR dilakukan 1 kali dalam 1 tahun sesuai dengan hari raya keagamaan masing-masing buruh, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan pengusaha dan buruh yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Cara menghitung besaran THR
Adapun cara menghitung besaran THR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 4 Permenaker 6/2016, adalah sebagai berikut:
- Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah;
- Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
Upah 1 bulan yang dimaksud itu terdiri atas komponen:
- upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
- upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Upah 1 bulan di bagi buruh berdasarkan perjanjian kerja harian lepas adalah sebagai berikut:
- Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan;
- Buruh yang mempunya masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Langkah yang dapat dilakukan jika pengusaha melalaikan kewajiban membayar THR kepada buruh
- Jika Pengusaha terlambat membayar THR keagamaan kepada Buruh, maka akan dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar. Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada Buruh. Denda tersebut dikelola dan digunakan untuk kesejahteraan buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau Peraturan Kerja Bersama.
- Jika Pengusaha tidak membayar THR Keagamaan kepada buruh, maka dapat dikenai sanksi administratif, berupa:
- Teguran tertulis;
- Pembatasan kegiatan usaha;
- Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
- Pembekuan kegiatan usaha.
Jika ada pengusaha yang mangkir dari kewajibannya dalam pembayaran THR kepada buruh, maka ada perselisihan karena tidak dipenuhinya hak. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
THR merupakan hak buruh. Jadi, apabila terjadi perselisihan mengenai hal ini, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Langkah pertama yang dapat ditempuh adalah menempuh jalur kekeluargaan antara buruh yang bersangkutan dengan pengusaha, yang disebut dengan penyelesaian secara bipartit.
- Apabila penyelesaian secara bipartit tidak berhasil dilakukan, cara yang dapat ditempuh adalah dengan melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
- Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka buruh bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagaimana yang diatur dalam UU PPHI.
Maka, pastikan perusahaan tempatmu bekerja membayarkan Tunjangan Hari Raya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk menjamin kesejahteraan buruh dan keluarganya. Jika masih saja ada perusahaan yang abai dalam pembayaran THR kepada buruhnya, kemudian tidak ada tindakan dari negara untuk memastikan pemenuhan hak tersebut, berarti negara ingkar janji dalam menjalankan amanat Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Dengan demikian, negara telah melanggar hak asasi manusia warga negaranya.
Jika merasa hak THRmu tidak dipenuhi oleh perusahaan, maka kamu dapat melakukan beberapa cara. Jika kamu tergabung dalam serikat buruh, segera hubungi serikat buruh untuk dapat didampingi dalam advokasi untuk pencairan THR. Selain itu, kamu juga dapat melapor kepada UPTD Pengawas Ketenagakerjaan yang ada di kotamu.
Jika masih kebingungan, kamu dapat datang ke kantor LBH Bandung yang berlokasi di Jl. Kalijati Indah Barat No. 8 Kecamatan Antapani Kota Bandung, untuk melakukan konsultasi hukum mengenai THR yang tidak dibayarkan oleh perusahaan.