Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291

Kriminalisasi Terhadap Sdr. Tri Yanto Merupakan Ancaman Serius Bagi Whistleblower

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung dengan ini mengecam proses kriminalisasi terhadap Sdr. Tri Yanto, mantan pegawai Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Jawa Barat yang berani melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi di lingkungan kerjanya. Dalam kurun waktu 2 tahun lebih sejak pelaporan, Sdr. Tri Yanto mengalami pemecatan sepihak dengan alasan pelanggaran disiplin yang tidak jelas & pelaporan ke kepolisian dengan tuduhan tindak pidana illegal access dan membocorkan dokumen rahasia yang dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-Undang ITE. 

LBH Bandung berperan aktif melakukan pendampingan hukum atas kriminalisasi whistleblower/pelapor, dari awal pemeriksaan di Dit Ressiber Polda Jawa Barat kepada Sdr. Tri Yanto yang saat ini berstatus tersangka. Pihak kepolisian menetapkan status tersangka kepada Sdr. Tri Yanto dengan tuduhan dugaan tindak pidana illegal access dan membocorkan dokumen rahasia yang dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-Undang ITE.

LBH Bandung mengkritik ditersangkakannya Sdr. Tri Yanto, mantan Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Jawa Barat, yang melaporkan dugaan korupsi dana zakat senilai Rp9,8 Miliar dan dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat senilai sekitar Rp3,5 Miliar. 

LBH Bandung menilai, status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi merupakan kemunduran atas peran serta masyarakat membantu negara memberantas praktik korupsi di lembaga publik khususnya lembaga sosial yang menghimpun dana dari masyarakat berupa zakat, infak, hibah dan dana sosial. Padahal, posisi hukum Sdr. Tri Yanto selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan iktikad baik. Bahkan, negara juga dimungkinkan memberi penghargaan kepada warga yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014, pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Selanjutnya, Jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.

Sdr. Tri Yanto memiliki hak konstitusional dengan telah memohon perlindungan kepada LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) & KOMNAS HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) yang saat ini pengajuannya masih tahap penelaah. Diketahui, Sdr. Tri Yanto mengungkap dugaan kasus yang terjadi di BAZNAS Provinsi Jawa Barat atas dugaan penyelewengan dana zakat senilai Rp9,8 Miliar dari tahun 2021 hingga 2023 serta dugaan korupsi dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat senilai Rp3,5 Miliar, namun Sdr. Tri Yanto ditetapkan menjadi tersangka dengan tuduhan membocorkan dokumen rahasia. Sdr. Tri Yanto mengungkapkan, sebagai pelapor, dirinya yang memberikan keterangan mengenai kasus korupsi tersebut. Sdr. Tri Yanto juga mengaku telah memberikan informasi kepada pihak pengawas internal BAZNAS RI dan Inspektorat Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta Aparat Penegak Hukum selama proses lebih dua tahun pemeriksaan kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh Pimpinan BAZNAS Jawa Barat. Sampai saat ini pihak Inspektorat Pemprov Jabar dan Pengawas Internal BAZNAS RI belum memberikan informasi terkait hasil pengawasannya kepada pelapor, sedangkan aduan pada Aparat Penegak Hukum lainnya prosesnya masih tahap klarifikasi. 

Yang sangat disayangkan setelah melakukan pengaduan ke pihak Inspektorat Pemprov Jabar dan pengawas internal BAZNAS RI, identitas Sdr. Tri Yanto sebagai pelapor/pengadu diketahui oleh pihak Pimpinan BAZNAS Jawa Barat sebagai terlapor, sehingga diduga menjadi dasar aduan kepada Polda Jawa Barat dengan tuduhan dugaan tindak pidana illegal access, membocorkan rahasia yang dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 Undang-undang ITE.  

Bahkan, sebelum diadukan ke Polda Jabar, Sdr. Tri Yanto juga telah mendapatkan tindakan sewenang-wenang yaitu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh BAZNAS Jabar dengan tanpa alasan yang jelas walau sudah berstatus karyawan tetap, pada saat mulai mengangkat isu dugaan penyelewengan dana zakat.

Polda Jawa Barat telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sdr. Tri Yanto sebagai tersangka pada Senin, 26 Mei 2025 pukul 10.00 WIB terkait laporan dugaan tindak pidana illegal access, membocorkan rahasia yang dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 Undang-Undang ITE. Pemanggilan ini menimbulkan keprihatinan serius, mengingat Sdr. Tri Yanto sebelumnya justru merupakan pelapor (whistleblower). Kami menilai rencana pemeriksaan Sdr. Tri Yanto sebagai tersangka merupakan bentuk pembalasan (retaliation) yang melanggar prinsip perlindungan whistleblower dan menghambat pemberantasan korupsi.

Menjelang pemeriksaan, LBH Bandung akan mendampingi Sdr. Tri Yanto secara hukum dan memastikan seluruh proses berjalan sesuai prosedur yang fair. Kami juga mendesak Polda Jawa Barat untuk bersikap proporsional, tidak menjadikan proses hukum sebagai alat pembalasan, serta memprioritaskan penyelidikan terhadap substansi laporan korupsi yang diajukan Sdr. Tri Yanto. Perlindungan terhadap whistleblower harus menjadi komitmen bersama dalam upaya menciptakan tata kelola yang bersih dan transparan, khususnya di lembaga pengelola dana publik seperti BAZNAS.

LBH Bandung menilai setidaknya telah terjadi pelanggaran. Pertama, terhadap hak atas perlindungan whistleblower (Pasal 33 UU No. 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban) yang sejatinya merupakan derivasi dari UN Convention Against Corruption Pasal 32-33. Kedua, hak atas proses hukum yang adil (ICCPR Pasal 14) dimana terjadi ketimpangan akses keadilan antara pelapor (individu) dengan institusi kuat seperti BAZNAS. Ketiga, hak atas kebebasan berekspresi (Pasal 19 ICCPR) yang dibatasi melalui pemidanaan UU ITE. Kemudian, kasus ini memperlihatkan pola struktural yang problematik dimana hukum digunakan sebagai alat represi dengan penggunaan pasal karet (UU ITE) untuk melindungi pelanggaran & terjadi asimetri kekuasaan di mana terjadi ketidakseimbangan antara pegawai biasa versus lembaga berjaringan politik kuat.

Kemudian, LBH Bandung mencatat setidaknya terdapat potensi dampak sistemik dari kasus ini, beberapa di antaranya adalah terciptanya chilling effect bagi pegawai lain yang mengetahui penyimpangan, melemahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan dana publik, ancaman terhadap iklim transparansi di sektor zakat nasional. Bila dibiarkan, kasus ini akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan whistleblower di Indonesia. Lebih jauh, hal demikian menunjukkan kerentanan sistem hukum Indonesia yang masih mudah dijadikan alat pembalasan oleh institusi-institusi kuat.

Berdasarkan hal-hal diatas. kami mendesak:

  1. Polda Jawa Barat menghentikan Perkara Sdr. Tri Yanto sebagai tersangka. Proses hukum ini merupakan bentuk pembalasan (retaliation) yang jelas melanggar UU Perlindungan whistleblower dan prinsip due process of law. Negara wajib melindungi pelapor, bukan mengkriminalisasinya.
  2. BAZNAS Jawa Barat sebagai badan publik, untuk segera mencabut laporan polisi terhadap Sdr. Tri Yanto, dikarenakan menjadi alat kriminalisasi whistleblower  dan menjadi preseden terciptanya chilling effect.
  3. Komnas HAM, LPSK, Kompolnas, Ombudsman dan lembaga negara lainnya mengawal proses hukum yang sedang berjalan di Polda Jawa Barat.

 

Selain itu, kami juga mengajak masyarakat & media mengawal kasus ini sebagai bentuk pengawasan terhadap proses hukum yang sedang berjalan, khususnya pemeriksaan Sdr. Tri Yanto sebagai tersangka pada Senin, 26 Mei 2025 pukul 10.00 WIB di Direktorat Reserse Siber Kepolisian Daerah Jawa Barat (Dit Ressiber Polda Jabar).

 

#LindungiTriYanto
#StopKriminalisasiPelapor