Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291

Menuntut Keadilan Dibalas Gugatan: 86 Buruh PT Yihong Siap Bersidang

Sebanyak 86 pekerja PT Yihong Novatex Indonesia (PT YNI) yang tergabung ke dalam Serikat Buruh Demokratis Independen Indonesia (SBDI) PT Yihong Novatex Indonesia (PT YNI) tengah digugat di Pengadilan Hubungan Industrial Bandung oleh pihak perusahaan. Permasalahan berawal pada tahun 2022, dari protes warga sekitar lingkungan perusahaan terhadap kebijakan rekrutmen tenaga kerja yang dinilai tidak memberikan prioritas kepada warga lokal sebagai pekerja. Dalam aksi tersebut, warga menuntut agar perusahaan ditutup apabila tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat setempat.

Dalam lingkup kerja, para buruh juga pernah mengalami berbagai tindak kekerasan, baik secara verbal maupun fisik (harassment & abuse). Salah satu kasus yang sempat mencuat adalah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pimpinan ekspatriat terhadap seorang buruh perempuan. Setelah kejadian tersebut, pelaku dikenai sanksi deportasi sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatannya.

Pada 31 Januari 2025, sekelompok buruh yang belum berserikat mengajukan pengaduan ke UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III Cirebon terkait dengan pelanggaran hak normatif yang mereka alami. Menindaklanjuti laporan tersebut UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke perusahaan pada 10 Februari 2025. Sidak tersebut membuahkan sebuah Nota Pemeriksaan yang diterbitkan di tanggal 28 Februari 2025 yang pada pokoknya menyatakan adanya 4 (empat) pelanggaran ketenagakerjaan oleh pihak perusahaan:

  • Kompensasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perusahaan tidak memberikan uang kompensasi kepada pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) PP No. 35 Tahun 2021 jo Pasal 61A UU No. 6 Tahun 2023 yang telah berlangsung sejak perusahaan berdiri.

  • Utang Jam Kerja

Perusahaan menganggap pekerja mempunyai hutang jam kerja kepada perusahaan setiap kali terjadi stop produksi akibat tidak tersedianya bahan untuk diproduksi. Tindakan ini dianggap melanggar Pasal 93 ayat (2) huruf f UU 13 Tahun 2003.

  • Status Karyawan Part-Time (Harian Lepas)

Sebanyak 617 pekerja dengan status harian lepas tidak memiliki perjanjian kerja tertulis, padahal mereka telah bekerja rata-rata lebih dari 21 hari atau lebih dari tiga bulan berturut-turut. Hal ini seharusnya mengakibatkan perubahan status hubungan kerja menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) berdasarkan Pasal 10 ayat (4) PP No. 35 Tahun 2021.

  • Sosialisasi Peraturan Perusahaan (PP)

Selama tiga tahun berdiri, perusahaan tidak pernah melakukan sosialisasi mengenai peraturan perusahaan (PP) kepada pekerja sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 114 UU No. 13 Tahun 2003.

Alih-alih menjalankan isi nota tersebut, pihak perusahaan malah melakukan PHK sepihak terhadap sejumlah buruh melalui tiga gelombang: 20 orang di gelombang pertama, 60 orang di gelombang kedua dan 3 orang di gelombang ketiga. Padahal, mereka yang menjadi korban PHK termasuk ke dalam kategori yang seharusnya diangkat menjadi karyawan tetap (PKWTT).

Puncak kejadian terjadi pada 10 Maret 2025. PT YNI melakukan PHK massal secara sepihak terhadap seluruh pekerjanya yang berjumlah 1.126 orang. PHK ini dilakukan tanpa melalui proses perundingan bipartit maupun pemberitahuan terlebih dahulu kepada para buruh atau serikat buruh. Pihak perusahaan beralasan bahwa PHK tersebut terjadi karena adanya penarikan pesanan dari pihak buyer, yang disebabkan oleh keterlambatan pengiriman barang. Keterlambatan ini, menurut perusahaan, terjadi akibat aksi mogok kerja yang dinilai sebagai mogok tidak sah.

Pernyataan tersebut sama sekali tidak didukung oleh bukti hukum yang sah. Hingga saat PHK dilakukan, tidak pernah ada putusan dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang menyatakan bahwa aksi pekerja merupakan mogok kerja tidak sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu, apa yang dilakukan oleh para pekerja sejatinya bukanlah mogok kerja, melainkan bentuk reaksi spontan terhadap tindakan sepihak manajemen yang memecat rekan kerja mereka tanpa prosedur yang semestinya.

Pasca momen PHK besar-besaran, serangkaian aksi protes dilakukan oleh SBDI PT YNI berikut dengan prosedur bipartit dan tripartit yang berakhir dengan deadlock. Anjuran yang diterbitkan oleh Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Cirebon berupa mempekerjakan kembali para pekerja yang telah terkena PHK sepihak (reinstatement) ditolak mentah-mentah oleh pihak perusahaan dan mereka lebih memilih untuk menggugat pekerjanya.

Pada Rabu, 15 Oktober 2025, para buruh menghadiri persidangan kedua dengan agenda awal pembacaan gugatan, namun ditunda dengan alasan perlu adanya pengiriman surat pemanggilan kembali terhadap para buruh yang belum menghadiri persidangan. Perlu juga dicatat bahwa dari semua relaas panggilan yang dikirim oleh Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, tidak semua buruh menerima surat tersebut secara langsung sehingga distribusi informasi mengenai adanya gugatan ini menjadi terbatas.

Sidang akan kembali digelar pada Rabu, 29 Oktober 2025, pada sidang mendatang para buruh yang tidak menghadiri persidangan akan dianggap telah dipanggil secara patut dan persidangan akan berlanjut ke agenda selanjutnya berupa pembacaan gugatan dari pihak penggugat.

Mari jaring solidaritas! Kawal para buruh dalam proses pemenuhan keadilannya!

 

Narahubung: 

– M Rafi (LBH Bandung) – 0896-4424-3661

– Suryana (SBDI PT YNI – KASBI) – 0895-0496-7251