Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291
  • Senin-Kamis: 10.00-15.00 WIB

Perjuangan Para Buruh CV. Vhileo Masih Panjang : Hak nya Terancam Berbuah Pahit

Perjuangan 28 buruh CV Vhileo masih panjang. Setelah penantian cukup lama, pada 29 Juli 2024, akhirnya para buruh CV Vhileo memenangkan gugatan perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Bandung. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa hubungan kerja para buruh dengan perusahaan putus sejak dibacakannya putusan ini, sehingga para buruh berhak atas pesangon serta uang penghargaan masa kerja yang tidak sepenuhnya dikabulkan.

Sebelumnya, 28 buruh CV Vhileo ditelantarkan oleh perusahaan selama 2 tahun lamanya. Tanpa kejelasan nasib, para buruh memperjuangkan hak-haknya sebagai buruh yang sama sekali tidak dihargai oleh pihak perusahaan. Tenaga dan keringat yang dieksploitasi selama belasan tahun sama sekali tidak dihargai oleh perusahaan.

Perjuangan 28 buruh CV Vhileo berujung pada mekanisme perselisihan hubungan industrial. Hal ini dikarenakan pihak perusahaan sama sekali tidak menunjukkan itikad baiknya. Dalam proses ini, para buruh menuntut kepada pengadilan agar pihak perusahaan dapat memutus hubungan kerja mereka dengan perusahaan. Untuk itu, para buruh mengajukan gugatannya ke Pengadilan Hubungan Industrial pada 16 Mei 2024 yang kemudian teregister dengan nomor perkara 81/Pdt.Sus-PHI/2024/PN.Bdg.

Dalam gugatannya, para buruh menuntut kepada pengadilan agar hubungan kerja yang selama ini terjalin dianggap sebagai hubungan kerja yang didasarkan pada perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Hal ini dikarenakan para buruh sudah bekerja di CV Vhileo selama 10 hingga 20 tahun lamanya. Selain itu, para buruh pun menuntut agar diputusnya hubungan kerja antara mereka dengan perusahaan, terhitung sejak putusan perkara ini dibacakan. Tuntutan tersebut kemudian berkonsekuensi pada tuntutan agar pihak perusahaan membayarkan kekurangan upah yang belum terbayarkan selama dirumahkan, sejak bulan April 2022 sampai dengan Juli 2023 sebesar Rp. 2.294.793.122,72 (dua milyar dua ratus sembilan puluh empat juta tujuh ratus sembilan puluh tiga ribu seratus dua puluh dua koma tujuh puluh dua rupiah) serta membayarkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja sebesar Rp. 1.619.336.853,00 (satu milyar enam ratus sembilan belas juta tiga ratus tiga puluh enam ribu delapan ratus lima puluh tiga rupiah). 

Selama proses persidangan berlangsung, pihak perusahaan melakukan (contempt of court) yang artinya tidak adanya perwakilan dari perusahaan yang datang untuk mengikuti proses persidangan hal ini dapat dikatakan merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan serta tidak mentaati perintah-perintah pengadilan (disobeying court orders). Mangkirnya perusahaan dari panggilan pengadilan tersebut makin menunjukkan betapa buruknya itikad perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan dengan para buruhnya. Sikap tersebut makin memperlihatkan sikap tidak peduli pihak perusahaan terhadap buruh-buruhnya.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa sudah cukup alasan dikabulkannya gugatan para buruh untuk sebagian dengan verstek— yakni dengan tidak hadirnya pihak perusahaan selaku tergugat. Majelis Hakim mengabulkan tuntutan bahwa hubungan kerja yang terjalin selama ini merupakan hubungan kerja dengan PKWTT karena para penggugat adalah pekerja tetap di perusahaan Tergugat sejak terjadinya hubungan kerja. Lalu, majelis hakim pun mengabulkan bahwa hubungan kerja para buruh putus sejak putusan ini dibacakan. Hal tersebut kemudian berkonsekuensi pada hukumnya pihak perusahaan untuk membayar kompensasi secara tunai dan sekaligus kepada Penggugat, dengan jumlah sebesar Rp 1.619.336.853 (Satu Milyar Enam Ratus Sembilan Belas Juta Tiga Ratus Tiga Puluh Enam Ribu Delapan Ratus Lima Puluh Tiga Rupiah).  

Adapun tuntutan pembayaran kekurangan upah selama para buruh dirumahkan tidak dikabulkan, Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam persidangan tidak ditemukan bukti berupa nota penetapan yang diterbitkan oleh pengawas ketenagakerjaan karena tidak berdasar hukum, sehingga selayaknya dinyatakan ditolak, hal ini menimbulkan kekecewaan karena gugatan ini berkaitan dengan hak Para Penggugat untuk memperoleh hak atas penghidupan yang layak. Majelis Hakim telah melakukan pendekatan formalistik hukum pada putusannya karena secara fakta dan nyata para buruh tidak mendapat hak yang seharusnya diterima, sehingga hal ini menimbulkan polemik yang akan terus mengakar apalagi dengan digantungnya para buruh tiba-tiba ditelantarkan tanpa kejelasan dari perusahaan dan secara tidak langsung pengabaian hak atas penghidupan yang layak telah terjadi.

Hal ini tentu saja melanggar Hak Asasi Manusia yang merupakan hak yang melekat kepada setiap orang terkhusus dari 28 orang buruh yang bekerja pada CV Vhileo sebagai hak dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 28d ayat (2) UUD 1945 jo pasal 7 UU No 11 Tahun 2005 tentang Ekonomi Sosial dan Budaya yang wajib dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh siapa saja. Dan perlu diingat bahwa perjuangan masih panjang 28 orang buruh harus tetap dengan lantang memperjuangkan hak melawan CV Vhileo yang seharusnya mereka terima selama dirumahkan dan pihak perusahaan dengan tidak memiliki rasa malunya menunjukan tampang terkait pengabaian perusahaan dengan tidak memberikan kepastian hukum kepada para buruhnya merupakan suatu pelanggaran ketenagakerjaan. Dengan demikian, perusahaan sebagai tergugat harus mentaati hasil putusan yang ada untuk memenuhi hak-hak 28 buruh yang diabaikannya selama ini.