Preloader
  • 082120171321
  • Jl. Kalijati Indah Barat No. 8, Antapani Bandung 40291

Pengadilan Kembali Nyatakan WALHI Tidak Punya Kepentingan Gugat Potensi Kerugian Lingkungan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta telah menjatuhkan putusan perkara banding nomor 141/B/TF-LH/2025/PT.TUN.JKT  yang diajukan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) mengenai gugatan lingkungan hidup untuk mengeluarkan PLTU Jawa 3/Tanjung Jati A Cirebon dari RUPTL 2021-2030. Putusan yang dikeluarkan pada 1 September 2025 tersebut menyatakan PTTUN Jakarta menguatkan putusan PTUN Jakarta yang telah keliru menerapkan hukum lingkungan dan tidak berpihak pada kelestarian lingkungan hidup. 

Dalam putusan tingkat pertama tahun 2024, hakim menyatakan WALHI tidak memiliki “kepentingan hukum” untuk menggugat, dengan alasan PLTU Tanjung Jati A belum dibangun sehingga belum menimbulkan kerugian nyata. Artinya, menurut hakim, karena proyeknya belum jalan, belum ada pihak yang benar-benar dirugikan.

Padahal, gugatan WALHI justru berangkat dari kekhawatiran bahwa proyek ini akan menimbulkan pencemaran udara dan memperburuk krisis iklim bila tetap dilanjutkan. WALHI menggugat karena ingin mencegah kerusakan sejak dini, bukan menunggu bencana terjadi.

Atas putusan tersebut, Penggugat beserta tim kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Hak atas Keadilan Iklim, menilai bahwa hakim sama sekali tidak mengadopsi pendekatan hukum lingkungan progresif dan hanya berfokus pada hukum acara PTUN secara formil tanpa mempertimbangkan keadilan di masyarakat serta pelestarian lingkungan hidup. Selain itu,  dalam putusan ini sama sekali tidak menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)  Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. 

Maka, Tim Advokasi Hak atas Keadilan Iklim mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Banding yang diajukan oleh Tim Advokasi Hak atas Keadilan Iklim menitikberatkan pada kesalahan penafsiran hukum terkait kepentingan hukum organisasi lingkungan, juga menyoroti pengabaian pengadilan terhadap bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan kontribusi PLTU Tanjung Jati A terhadap pencemaran udara dan krisis iklim.

Setelah diajukan banding, PTTUN Jakarta menyatakan sependapat dengan pertimbangan hukum dan putusan PTUN  Jakarta yang berpendapat bahwa belum ada kerugian nyata akibat dikeluarkannya objek sengketa. PTUN Jakarta beranggapan bahwa PLTU Tanjung Jati A belum dibangun atau bahkan proyek pembangunan PLTU Tanjung Jati A tersebut dalam proses pembahasan terkait dengan perubahan RUPTL antara ESDM dan PT PLN, dengan kata lain proyek PLTU tersebut tidak jadi untuk dibangun dan potensi kerugian tidak dapat menjadi dasar gugatan. Hal tersebut mengakibatkan Penggugat dianggap tidak punya kepentingan hukum lagi untuk mengajukan gugatan. 

Yang menjadi permasalahan utama adalah PTTUN Jakarta melegitimasi pendapat PTUN Jakarta bahwa WALHI tidak memiliki kepentingan hukum untuk menggugat suatu proyek yang belum memiliki kerugian nyata. Hal itu jelas menunjukan bahwa sebagaimana PTUN Jakarta, PTTUN Jakarta juga tidak berpedoman pada PERMA Nomor 1 Tahun 2023, padahal jelas-jelas perkara ini adalah perkara lingkungan hidup. 

Dalam Pasal 6 Perma Nomor 1 2023 dijelaskan bahwa siapapun baik perseorangan maupun badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum, dan/atau Organisasi Lingkungan Hidup yang kepentingannya telah dan/atau berpotensi dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dan/atau Tindakan Administrasi Pemerintahan dapat mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam hal ini, jelas-jelas WALHI sebagai Organisasi Lingkungan Hidup, mewakili kepentingan lingkungan hidup yang berpotensi dirugikan jika perencanaan PLTU Tanjung Jati A jika tetap ditindaklanjuti. Hal tersebut sejalan dengan apa yang telah dipaparkan oleh para ahli pada sidang tingkat pertama di PTUN Jakarta.

PTTUN Jakarta telah melakukan kesalahan yuridis dengan mensyaratkan kerugian nyata sebagai dasar untuk menentukan kepentingan WALHI pada gugatan lingkungan hidup yang telah diajukan. Pendekatan ini bertentangan dengan amanat pasal 91 UU PPLH yang memberikan hak gugat kepada organisasi lingkungan tanpa mensyaratkan kerugian langsung, melainkan atas kepentingan kelestarian fungsi lingkungan. Pendekatan formalistik yang dilakukan oleh PTUN Jakarta dan PTTUN Jakarta bertentangan dengan perkembangan lingkungan hidup global dan nasional yang semakin menekan pada perlindungan proaktif dan partisipatif. 

Oleh karena itu, Tim Advokasi Hak atas Keadilan Iklim telah mengajukan Kasasi yang dikirim pada Kamis, 25 September 2025. Pada intinya, Memori Kasasi tersebut menekankan pada dorongan urgensi penggunaan PERMA Nomor 1 Tahun 2023 pada perkara lingkungan hidup. Selain itu terdapat pula penekanan bahwa untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara ataupun Tindakan Administrasi Negara, tidak harus menunggu terjadinya kerugian yang nyata, melainkan potensi kerugian pun sah menjadi alasan gugatan lingkungan hidup sebagaimana amanat PERMA Nomor 1 tahun  2023. 

Jika hakim Mahkamah Agung memiliki pendekatan yang sama  dengan PTUN Jakarta dan PTTUN Jakarta bahwa WALHI tidak memiliki kepentingan atas gugatan mengenai potensi kerugian lingkungan hidup, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi perkembangan peradilan di Indonesia dalam penegakan hukum lingkungan. Dimana hakim Mahkamah Agung tidak menerapkan produknya sendiri yakni PERMA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Dalam arti luas, maka masyarakat sipil tidak bisa berperan secara proaktif dan partisipatif dalam mengawal Proyek Strategis Nasional yang tidak berpihak kepada rakyat serta kelestarian lingkungan hidup. 

Oleh karena itu, kami mengajak seluruh lapisan masyarakat, untuk bersama-sama mengawal proses kasasi ini. Dukungan publik akan menjadi krusial untuk menciptakan tekanan positif terhadap aparat penegak hukum khususnya pengadilan dalam mempertimbangkan kasus dengan penerapan hukum yang tepat, adil, dan berpihak kepada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta kelestarian lingkungan hidup.